Mendambakan Penyelenggara Pemilu Yang Profesional Dan Berintegritas
Foto: Andri Firdaus, S.H./Alumnus Fakultas Hukum Universitas Andalas |
SULUHNEGERI.COM, PADANG - SUMATERA BARAT, Menjadi Penyelenggara Pemilu pada saat ini bagi banyak
orang/sebahagian orang adalah hal yang begitu seksi (mengairahkan) baik Penyelenggara Pemilu ditingkat
Pusat, Provinsi ataupun Kabupaten/Kota. Hal ini dikarenakan Penyelenggara Pemilu
selain memiliki jabatan (kewenangan), secara finansial mereka sudah
difasilitasi oleh negara dengan gaji yang cukup besar, kendaraan dinas dan
sebagainya.
Kita bisa melihat contoh Penyelenggara Pemilu ditingkat
kabupaten/kota, mereka digaji (uang Kehormatan) oleh negara sampai dengan
belasan juta rupiah, belum ditambah dengan hak yang lainnya,
begitupun Penyelenggara Pemilu satu tingkat atau dua tingkat di atasnya
tentu mendapatkan
lebih besar baik itu gaji ataupun hal hak yang lainnya, itulah mengapa jabatan ini menjadi seksi (mengairahkan)
saat ini.
Apalagi di tahun politik ini, kewenangan mereka sangat
dibutuhkan oleh orang-orang yang ingin berkuasa, sehingga bukan tidak munkin
Penyelenggara Pemilu kedapatan mengadaikan integritasnya karena tergoda dengan
tawaran-tawaran dari pihak yang berkepentingan atau bisa saja yang bersangkutan
telah terikat dengan sebuah kepentingan yang sebelumnya dibuat pada saat proses
seleksi guna membantu meloloskan sebagai Penyelenggara Pemilu. Saat ini kita tidak heran kenapa banyak orang
berbondong-bondong ingin menjadi Penyelenggara Pemilu.
Proses/Mekanisme Seleksi
Penyelenggara Pemilu di Tingkat Kabupaten/Kota
Proses
seleksi Penyelenggara Pemilu
ditingkat kabupaten/kota sedang berlangsung, dimana seleksi KPU ditingkat
Kabupaten/Kota sudah mulai lebih cepat dari pada Bawaslu Kabupaten/Kota. Proses
seleksi KPU Kabupaten/Kota sudah masuk tahapan dimana tim seleksi (timsel)
menetapkan 10 (sepuluh) nama-nama peserta calon anggota KPU Kabupaten/Kota yang
kemudian akan disampaikan ke KPU, sementara itu seleksi Bawaslu Kabupaten/Kota
baru masih menunggu pengumuman pendaftaran dari
Tim Seleksi (Timsel).
Bagaimana proses/mekanisme seleksi KPU dan Bawaslu
Kabupaten/Kota?
Proses/mekanisme seleksi KPU dan Bawaslu
Kabupaten/Kota itu diatur pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,
adapun sedikit gambaran proses/mekanisme seleksinya sebagaimana berikut:
Dalam seleksi KPU Kabupaten/Kota tahapan pertama yaitu
KPU membentuk tim seleksi yang berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri dar unsur
akademisi, profesional dan tokoh masyarakat yang berintegritas. Tahapan kedua
tim seleksi (timsel) akan mengumukan jadwal pendaftaran calon anggota KPU
Kabupaten/Kota, selanjutnya menerima pendaftaran, penelitian administrasi, mengumumkan
hasil kelulusan administrasi.
Kemudian bagi
peserta yang lulus administrasi akan mengikuti tes tertulis, tes psikologi,
selanjutnya menerima tanggapan masyarakat, mengikuti tes kesehatan dan
wawancara dan kemudian tim seleksi (timsel) menetapkan sebanyak 10 (sepuluh)
nama peserta seleksi dan diserahkan kepada KPU, terakhir KPU akan menetapkan 5
(lima) nama urutan peringkat teratas sebagai anggota KPU Kabupaten/Kota
terpilih.
Sementara itu untuk seleksi Bawaslu Kabupaten/Kota itu tidak jauh
berbeda prosesnya dengan seleksi KPU Kabupaten/Kota, yang membedakan
yaitu tim seleksi (timsel) dibentuk oleh Bawaslu, kemudian tim seleksi akan
menetapkan 10 (sepuluh) atau 6 (enam)
nama-nama peserta seleksi yang lolos tahapan seleksi dan diserahkan kepada
Bawaslu terakhir Bawaslu
akan menetapkan 5 (lima) atau 3 (tiga) nama urutan peringkat teratas sebagai anggota Bawaslu
Kabupaten/Kota terpilih.
Begitulah sedikit gambaran proses/mekanisme seleksi KPU dan
Bawaslu Kabupaten/Kota yang diatur oleh
Undang-Undang Pemilu.
Dinamika
Dan
Isu
Yang
Beredar
Dalam
Proses
Seleksi
Penyelenggara Pemilu
Banyak yang berpandangan bahwa proses Pemilu tahun ke
tahun tidak terlepas dari yang namanya kecurangan, namun kecurangan
tersebut terkadang memang
sulit untuk dibuktikan. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar statement dari
salah seorang pimpinan Komisi DPR RI di sebuah podcast atau media, adapun
pernyataannya kurang lebih yaitu “anggota legislatif tidak akan menjadi
wakil rakyat di parlemen bilamana tidak melakukan tindakan money politic”.
Ini merupakan pernyataan yang keluar dari seorang pimpinan Komisi DPR RI
(kontestan Pemilu), artinya
kejujuran pada proses demokrasi kita nyata
telah dicedrai oleh
tindakan-tindakan tersebut, ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran
yang mengurangi nilai-nilai luhur yang telah diatur dalam proses demokrasi, sehingga saya meyakini secara pribadi proses
demokrasi selama ini belum seutuhnya dilaksanakan dengan jujur.
Nah mari kita melihat bagaimana proses/mekanisme
seleksi Penyelenggara Pemilu sebelumnya dan saat
ini, apakah telah dilaksanakan
dengan profesional dan berintegritas?
Saat ini pradigma yang terbangun ditengah-tengah masyarakat terhadap
proses/mekanisme seleksi Penyelenggara Pemilu
adalah sebagai berikut:
Isu yang pertama untuk menjadi Penyelenggara Pemilu
kita mesti dituntut untuk memiliki relasi yang luas, relasi yang luas dimaksud seperti halnya memiliki latar belakang
organisasi dan sebagainya.
Kemudian yang kedua memiliki akses
ke elit partai politik, yang
ketiga harus memiliki uang yang cukup. Ini adalah isu yang sedang berkembang
dalam proses seleksi Penyelenggara Pemilu.
Ada juga yang berpandangan bahwa untuk menjadi
Penyelenggara Pemilu hanya perlu pandai baca dan tulis kemudian ditambah dengan
memiliki salah satu indikator isu diatas, pernyataan ini sebetulnya sangat
miris namun sebahagian orang yang telah bergelut didalamnya menyakini hal
tersebut memang harus dimiliki oleh orang-orang yang ingin menjadi
Penyelenggara Pemilu. 3 (tiga) isu di atas,
Tim Seleksi, KPU/Bawaslu
memiliki korelasi yang sangat erat dalam penentuan seleksi Penyelnggara Pemilu atau bisa disebut dengan
sebuah sistem.
Nah bagaimana dengan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mewajibkan Penyelenggara Pemilu itu harus profesional dan berintegritas, jika calon Penyelenggara Pemilu dituntut untuk memiliki relasi dan sebagainya apakah akan melahirkan Peneyelenggara Pemilu profesional dan berintegritas? Jawabanya adalah proses seleksi Penyelenggara Pemilu tidak akan melahirkan Penyelenggara Pemilu yang profesional dan berintegritas jika dalam proses seleksi Penyelenggara Pemilu masih mempertahankan sistem yang tidak baik tersebut, sehingga tidak ada gunanya persoalan kapasitas keilmuan, kepemimpinan dan kejujuran pada peserta seleksi Penyelenggara pemilu.
Saya fikir demokrasi yang jujur akan lahir bilamana sistem yang baik itu berjalan semana mestinya serta elemen-elemen seperti Publik, Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu bahu membahu berlaku jujur dalam menjalankan apa yang namannya proses demokrasi.